Babak barupun dimulai, kisah cinta sepasang
manusia berbeda latar belakang ini berlanjut hingga ke tahap yang lebih serius.
Si Gadis menerima keadaan yang serba tak menentu, dia tidak tahu keputusan yang
sudah ia ambil baikkah, burukkah bukan untuk dia seorang, tapi jauh dari itu
apakah hubungan ini juga bisa bertahan atau akan kandas saat semuanya terlanjur
dimulai. Saat seperti ini adalah hal yang sangat tidak diinginkan oleh semua
pasangan dimuka bumi, ketidakpastian akan masa depan yang harus dihadapi. Semua
serba membingungkan, tidak tahu harus bahagia atau takut.
Posisinya sekarang sangatlah tidak jelas,
dirinya merasa sedang bertahan sekuat mungkin dari ancaman yang entah dari mana
asalnya. Sementara kondisi berbeda dialami oleh Si Brengsek yang sedang
menikmati hubungannya dengan Sang Gadis pujaan hatinya, dirinya merasa lengkap
dan bahagia tak terkira. Kemenangan yang Si bukan Majnun dirayakannya setiap
saat, detik demi detik ia lewati sebagai satu anugrah luar biasa yang ingin
terus ia nikmati sepanjang hari.
Si bukan Majnun melakukan apa saja untuk
bisa menemani Si Gadis, menghabiskan waktu sepanjang hari dengannnya, tak
peduli dengan apa yang terjadi karena yang terpenting adalah Si bukan Laila
berada nyata di hadapannya. Si brengsek mulai menempat Si Gadis di tempat yang
sangat terhormat, dan semuanya menjadi perjalan tragis penuh canda tawa yang
diklamufase dengan rasa cemburu dan kemunafikan penuh kepastian yang semu. Si
brengsek rela kehilangan segalanya, dan memang dia hamper kehilangan segalanya
termasuk keberanian yang menjadi senjata andalannya.
Si bukan Majnun rela mati dan
berdarah-darah asalkan bisa selalu bersama, dia mulai bersikap benar hingga
salah untuk selalu bisa berada di sisi Si bukan Laila. Si Gadis pun merasa
nyaman dan yakin bahwasanya Si Brengsek sangat mencintainya, sangat
menginginkanya, sangat menyayanginya dan percaya atas semua perbuatan yang
dilakukan oleh Si bukan Majnun adalah bentuk nyata dari rasa cinta, ingin dan
sayangnya.
Konflik antara keduanya mulai mendera,
perkelahian kata mulai sering menghiasi hubungan mereka, keraguan kadang
menyelinap atas keyakinannya yang dulu selalu diyakini oleh mereka berdua. Tapi
hal tersebut tidak pernah menyurutkan kebersamaan mereka, rasa dimiliki dan
memiliki yang dipunyai oleh keduanya tak bisa lagi di elakkan. Mereka terus
bertahan dari ancaman perpisahan walaupun apapun yang terjadi mereka akan dan
harus tetap bersama. Keteguhan keduanya menjadi banteng yang kokoh atas
perenungannya yang telah menghujam sangat dalam di relung hati terdalam
bahwasanya Adam hanya ada untuk Hawa, dan Hawa adalah milik Adam selamanya dan
akan terus seperti itu hingga akhirnya.
Kecemburuan dan rasa menguasai atas nama
kasih sayang yang selalu di dengungkan oleh Si Brengsek semakin memperparah
keadaan terutama hubungan mereka. Si Gadis kadang merasa tak tahan atas semua
perlakuan Si bukan Majnun, namun Si Gadis tetap sabar dan terus bertahan.
Hingga mereka terus mengulang kejadian yang sama berulang kali, entah sudah
berapa kali keduanya menyatakan “putus” tapi selalu “nyambung” lagi dan lagi.
Keadaan mereka selama lebih dari dua tahun selalu begitu dan tak ada satupun
diantara keduanya yang bisa merubah dan berubah.
Tuhan seakan sedang berpihak dan
mencurahkan kasih sayang pada kedua pasangan yang sedang sangat mabuk ini.
Candu dengan nama jenis “cinta” ini sudah sangat membutakan keduanya hingga
pada akhirnya dihadapkan pada satu situasi yang tak kuasa ditahan dengan
kekuatan cinta yang mereka miliki. Selama empat tahun Si Brengsek medampingi Si
bukan Laila hingga Si Gadis diganjar dengan titel Sarjana Hukum berpedikat
sangat memuaskan dan melanjutkan cita dan harapan orang tua yang begitu bangga
hingga tak perduli dengan cerita romantisme yang sudah mereka jalin selama
hampir enam tahun lamanya.
Orang tua yang sejak awal tak merestui
hubungan Si Gadis dengan Si bukan Majnun, senang karena akhir bisa memisahkan
mereka dan berharap selamanya. Si Gadis dipaksa untuk memenuhi tawaran sang
ayah untuk menerima dan bekerja di perusahan dimana ayah Si Gadis bekerja.
Padahal saat itu carik-carik kertas penanda Si Gadis resmi bergelar “SH”
belumlah diterima. Tapi tawaran itu tak bisa lagi ditunda, perusahaan tak
perduli dengan te-tek bengek urusan administrasi perihal selembar kertas yang
sama sekali tak menjamin seseorang bisa bekerja dengan baik dan benar.
Setali tiga uang Si Bukan Laila sangatlah
ingin mencoba hal-hal baru di luar dunia yang selama ini dilaluinya bersama Si
brengsek. Si bukan laila bukannya tak perduli dengan perasaan Si Brengsek
terlebih lagi perasaanya, namun jiwa petualangnya yang ikut ber-uforia bersama
dengan keinginan orang tua sudah menyatu lebih kuat dibandingkan dengan
hubungannya yang mulai terasa tak jelas gambaran dan bentuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar